Aqiqah Al Hilal – Aqiqah, sebagai bentuk ibadah untuk mensyukuri kelahiran seorang anak, memiliki dasar hukum sunnah muakkad meskipun ayah dalam keadaan sulit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat telah melaksanakan aqiqah sebagai contoh bagi umat Islam. Namun, bagaimana jika seorang anak terlambat diaqiqahi?
Menurut hadits, aqiqah dianggap sebagai hak anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergantung kepada aqiqahnya, disembelih atas namanya pada hari ketujuh (kelahirannya), dicukur (rambutnya) dan diberi nama” (HR. Abu Dawud).
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa aqiqah dilaksanakan sebagai bentuk syukur dan kebahagiaan atas kelahiran anak, pada hari ketujuh setelah kelahirannya.
Menurut para ulama, sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila tidak bisa dilakukan pada hari ketujuh, dapat dilakukan pada hari-hari lain yang masih sesuai.
Meski demikian, batas waktu pelaksanaannya adalah hingga anak tersebut baligh, sebagaimana dijelaskan dalam hadits dengan kata “ghulam” yang berarti anak. Setelah baligh, pelaksanaan aqiqah tidak lagi disunnahkan karena telah jauh dari hari kelahirannya.
Jika seseorang terlambat diaqiqahi oleh ayahnya, tidak ada kewajiban bagi individu tersebut untuk mengaqiqahi diri sendiri.
Dalam hal ini, tidak perlu merasa bersalah atau berdosa karena aqiqah bukanlah kewajiban, melainkan sunnah muakkadah. Tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, atau para ulama untuk melakukan aqiqah atas diri sendiri setelah dewasa.
Dengan demikian, tidak disyariatkan dan tidak disunnahkan bagi seseorang untuk mengaqiqahi diri sendiri setelah dewasa.
Aqiqah tetap menjadi bentuk syukur yang berharga, dan kita dapat melaksanakannya dengan mengikuti tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber Gambar: Klik Dokter
Penulis: Elis Parwati
